Tazkia's. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

45 menit berharga

Embun pagi masih belum hilang. Matahari yang masih mengumpat memaksakan kami siswa SMAN 5 untuk sibuk yang beberapa menit lagi akan meluncur ke perbukitan Sentul, untuk melaksanan suatu event kemah besar. Jarum jam sedang berhenti pada angka 6 dan 10. Menandakan aku harus segera berangkat sebelum aku tertinggal rombongan. Motor bapakku telah siap untuk mengantarkanku dan tas yang berisi perlengkapan selama 3 hari. Nothing happened until motor yang dikendarai menyalip sebuah mobil di daerah yang masih lumayan jauh dari tempat tujuan, semua terasa tidak enak. Takdir berkata lain. Ban motor kami bocor dan waktu akan tetap mengejar. Tidak akan ada cukup waktu untuk menunggu ban ditambal. Pikiranku sudah tak karuan. Di tengah kepanikan ban bocor dan ditinggal rombongan karena terlambat aku berusaha untuk tenang. Sekitar 2 menit kemudian sebuah taksi lewat. Sungguh timing yang tepat. Dititipkanlah motor bapakku disebuah warung dekat situ, lalu kami segera masuk kedalam taksi. waktu menunjukan pukul 6.17. 13 menit lagi waktu yang ditentukan oleh panitia untuk kami berkumpul. Sudah kupasrahkan semua kepada-Nya. entah aku ikut hari ini, atau menyusul di tahun depan. Di sela sela kemacetan, pak supir dan bapakku mengobrol. Awalnya mereka mengobrol tentang jalan pintas dan sebagainya yang tidak terlalu aku hiraukan. Lalu ada satu cerita pak supir tersebut yang membuatku mengintrospeksi diri sambil berlinangkan air mata. Semakin macet sehingga kami tidak bergerak, maka semakin dalam cerita pak supir tersebut

Dia bercerita kehidupannya bersama keluarganya.
"kelas berapa anaknya, Pak?" Diawali pertanyaan pak supir tersebut.
"kelas 1 SMA, ini sekolah di deket sini pondok gede"
"oooh saya juga punya anak perempuan pak"
"keluarga tinggal dimana, pak?"
"anak istri tinggal di tasik saya disini. Anak saya satu perempuan alhamdulillah sudah kuliah sekarang"
"kuliah dimana pak?"
"alhamdulillah kemarin keterima di STAN"
"wiih pinter berarti anaknya"
 "Alhamdulillah. Saya bangga pak punya anak seperti dia, sudah satu satunya, tidak pernah menyusahkan saya. Saya seorang supir taksi, yaa berpenghasilan tidak seberapa. Tapi alhamdulillah anak saya bisa sekolah dan menghasilkan prestasi-prestasi yang menggetarkan saya. Bapak tau, sampai sekarang dia kuliah dia tidak ada laptop. Sedangkan dulu dia bersekolah di sekolah RSBI. Dia tidak minder, ataupun malu. Meskipun yaa namanya anak remaja pasti dia bilang berkeinginan punya laptop untuk urusan sekolah biar tidak pusing-pusing cari warnet. dia pernah bilang Pak kalau bapak punya uang tolong belikan laptop ya. tapi bapak jangan memaksakan. kalau ada rezeki aja. meskipun dia bilang jangan memaksa ya pak, tapi tetap saja saya berusaha saya nabung untuk belikan dia laptop. Sejak kecil dia tidak pernah merepotkan saya, selalu nurut apa yang saya bilang. maka dari itu bentakan apa segala macem tidak pernah terlontar untuk dia pak" Suara pak supir tersebut bergetar.

aku tersentak mendengar ceritanya. In eperti sindiran hebat secara tidak langsung. aku, seorang anak tunggal yang selalu menyusahkan orang tua, tidak pernah memberikan prestasi untuk kedua orang tuaku, hanya bisa meminta meminta dan meminta. Betapa tertampar aku saat itu dengan cerita tersebut. Lewat suaranya sudah bisa ku ketahui kalimat-kalimat itu berasal dari hati yang paling dalam curahan seorang ayah yang berjuang demi anaknya.

"Alhamdulillah anak saya kemarin lulus dengan nem terbaik 10 besar se provinsi. Lalu dia tes di sebuah universitas di Lampung dan Stan. Alhamdulillah keterima semua pak" Lanjutnya.

"yang di Lampung di full 100% beasiswa, awalnya ingin di ambil sama dia. tapi ibunya melarang, katanya takut kejauhan soalnya disana gak ada saudara. yang di stan itu dia beasiswa juga tapi hanya sebagian tidak full. tapi keterima saja sudah alhamdulillah ya pak. dari 18 ribu orang yang daftar yang diterima hanya 2 ribu orang dari semua fakultas. tidak lama kemudian dia iseng-iseng daftar untuk jadi polwan. eh alhamdulillah keterima. dan saya diberitahu kalau diambil itu yang program polwannya dia akan dapat gaji sekian dengan asuransi sekian. ternyata dia sudah berubah pikiran pak. saya juga kaget. lalu saya terangkan, nak kalau kamu jadi polwan kamu bisa kerja dulu, jadi nanti kamu kuliah tidak pusing dengan biaya dan sebagainya kamu jadi punya penghasilan kamu bisa kuliah kapan aja. bukan bapak tidak bisa biayai, bapak bisa. bapak bakal cari meskipun jaminannya kepala bapak. tapi apa kamu gak sayang, ini kesempatan langka. gak semua orang diterima untuk jadi polwan. saya jelaskan seperti itu pak, dia hanya berkata, pak saya ingin sekolah dulu. yaa saya menghargai pendapat dia. mungkin waktu itu hanya iseng mendaftar yaa alhamdulillah keterima, tapi dia teguh pendirian untuk tetap sekolah dahulu" lanjutnya. Suara yang tetap sama ditengah kemacetan parah terdengar begitu bangga menceritakan anaknya yang hanya satu kepada org yang baru dikenalnya.

"pernah yang bikin saya terharu pak..." lanjutnya.
"waktu itu saya sedang habis oprasi, otomatis saya vacum tidak narik. jadi saya selama 3 bulan hanya boleh terbaring di rumah untuk pemulihan jaitan, luka, segala macem. Dan uang SPP dia tertunggak hingga 3 bulan. yang bikin saya kuat dan sebagai motivasi saya sekarang, waktu itu dia cerita. Pak, bapak harus kuat. gak papa nama saya dipanggil setiap upacara. saya gak peduli, saya gak minder. yang penting bapak harus sehat. saya terharu denger dia ngomong seperti itu, saya bangga punya anak seperti dia. saya anggap dia anugrah terbesar dalam kehidupan saya. tidak pernah menyusahkan saya, selalu membahagiakan saya. dia juga tidak seperti anak anak remaja lainnya yang sering main ke mall menghamburkan uang, dia lebih suka baca buku. dia tidak malu punya ayah yang hanya sebatas supir taksi" Dia bercerita dengan penuh semangat.

"waah alhamdulillah sekali lah pokoknya dia harta termahal yang saya punya" tak hentinya iya mengucapkan kalimat 'Alhamdulillah' yang merupakan syukur yang tak terhitungkan.

sepanjang jalan aku hanya melihat jendela yang berlukiskan kemacetan, dan orang -orang yang berlalu lalang dengan urusannya masing masing. terbayang sedikit wajahku di jendela yang kupandang. seorang anak perempuan satu-satunya yang tak ada apa apanya dibanding sosok yang diceritakan pak supir tadi. padahal kehidupanku jauh lebih baik dari anak pak supir tersebut, semua bisa terpenuhi oleh gaji bapakku. aku, sudah anak satu-satunya, selalu menyusahkan. selalu mengeluh tentang apa yang tak bisa ku miliki. cerita tersebut merupakan tamparan hebat dibatinku. seorang pelajar baru SMA yang hanya bisa bermanja-manja dengan harta orang tua. sudah anak tunggal, tidak bisa dibanggakan. sejak saat itu, ketika aku turun dari taksi tersebut aku cium tangan bapakku dan bertekad untuk menjadi sebutir mutiara yang bisa dibanggakan, dan bisa berguna untuk keluarga dimasa yang akan datang. Kisah tadi, kudengarkan secara live. begitu jelas. tanpa perantara apapun. bukan lewat film, ataupun novel. sebuah contoh konkrit yang cukup untukku. Terimakasih banyak pak supir, bukan hanya taksi yang bapak kendarai yang menyelamatkanku dari merasakan kemah susulan tahun depan, tetapi juga kisahnya yang berharga yang tidak bisa terhitung lagi mahalnya oleh argo taksi. Semoga anak bapak bisa tetap menjadi inspirator buat bapak, keluarga, dan semua orang yang mendengar cerita bapak. to my father, i'll promise you to always give the best i can do. i promise. you are my best inspiration ever in my life.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar